Jumat, 09 Maret 2012

CARAKAN SEBAGAI SANDI PRAMUKA. MENGAPA TIDAK?


Diakui atau tidak tulisan jawa atau yang lebih dikenal dengan carakan adalah huruf yang paling unik didunia. Deretan huruf-huruf carakan yang terdiri dari 20 huruf yang membentuk 4 kalimat ternyata tidak berdiri sendiri seperti halnya alphabet romawi. Huruf-huruf dalam carakan memiliki makna baik secara individu maupun secara keseluruhan yang merupakan makna luhur  dari sebuah perjalanan hidup.  Huruf   Ha semisal mengandung makna Hurip (Hidup), Na mengandung makna Nur(cahaya), Ca mengandung makna Cipta, dan seterusnya. Dalam satu kesatuan HANACARAKA ditafsirkan bahwa manusia lahir dalam keadaan telanjang dalam arti tidak memiliki apa-apa selain potensi. Sehingga manusia harus dapat mengembangkan potensinya (Ca=cipta, cipta rasa dan karsanya)
Secara kesatuan keseluruhan huruf carakan juga mengandung sebuah kisah antara dua orang utusan yang setia, keduanya terlibat dalam sebuah perselisihan dan keduanya bertarung dan pada akhirnya keduanya juga berakhir dengan sama-sama tewas membela dalam kesetiaanya.  Dilihat dari segi makna jelas bahwa huruf-huruf ini memiliki makna dan filosofi yang yang dalam.

PROBLEMATIKA

Semakin sedikit dari kita yang tidak bisa memahami bahkan membaca huruf-huruf kita yang merupakan  karya yang adiluhung dari para nenek moyang.  Bahkan disekolah sekalipun hanya segelintir orang saja yang bisa membaca dan memahami tulisan dalam bentuk carakan. Di akui memang huruf-huruf ini bentuknya unik dan cara menyusun ke dalam bentuk kalimat juga mempunyai aturan khusus. Karena keunikanya inilah yang menjadi problematika kita bahwa pemakaian huruf ini dalam kehidupan sehari-hari semakin sedikit dan minim.
Sepantasnyalah bagi kita yang merasa bahwa ini adalah bagian yang harus kita selamatkan dari budaya kita. Jangan sampai kemudian seperti kasus-kasus yang lain dimana budaya kita dipatenkan oleh orang lain. Tentu kita akan menyesal dan kehilangan rasa bangga kita pada apa yang kita miliki sebagai sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya.
Ada beberapa usaha untuk melestarikan pemakaian huruf ini, seperti diciptakannya fontasi-fontasi  atau aplikasi-aplikasi komputer yang memudahkan kita dalam penulisan dalam komputer. Kita patut mengapresiasi pada usaha ini karena untuk mewujudkan dalam pemakaian yang sederhana tentu dilakukan usaha yang tidak mudah.  Belumlah cukup hanya dengan mengandalkan orang lain tanpa dukungan, lambat laun akan semakin dilupakan ataupun ditinggalkan.

MENCIPTAKAN WAHANA BARU

Pramuka seperti yang diamanatkan dalam UU No. 12 tahun 2010 sebagai wadah pembinaan generasi muda mempunyai kesempatan untuk mengambil peran dalam pelestarian warisan budaya kita. Hal ini menjadi relevan mengingat banyak materi-materi pembinaan yang sifatnya unik dan menarik. Semisal, adanya pembinaan kecakapan untuk bertahan hidup disuatu tempat yang terisolir dengan hal-hal yang terbatas dan dengan cara-cara yang minim dan sederhana. Pemakain sandi menjadi sangat krusial pada situasi seperti ini apalagi dalam situasi perang yang tidak menentu.
Ada banyak sandi yang dipergunakan Pramuka sebagai alat pembinaan kecakapan hidup. Mulai dari yang sederhana dan mudah dipahami sampai pada sandi-sandi yang komplek dan sangat rumit. Bahkan sandi-sandi tersebut juga sebagian digunakan dalam dunia kemiliteran.  
Dalam kaitanya dengan pelestarian warisan budaya nenek moyang yang adiluhung hal yang menjadi sangat menarik untuk kita kaji bersama  adalah pemakaian sandi kepramukaan yang menggunakan huruf-huruf kanji atau yang mirip-mirip sejenisnya. Sangatlah rasional memang karena dari sisi keunikan huruf-huruf ini sangatlah unik dibandingkan dengan huruf alphabet yang sudah kita kenal. Dari sisi inilah kemudian muncul sebuah pertanyaan “Mengapa kita tidak memberdayakan carakan sebagai salah satu sandi dalam Pramuka?”
Beberapa alasan patut dikedepankan tentang carakan ini sebagai sandi pramuka.
 Pertama, sama seperti huruf kanji yang memiliki keunikan dan kekhususan dalam menyusun menjadi kalimat. Tidak semua orang dengan waktu yang singkat mudah untuk memahami. Butuh waktu dan pemahaman khusus apalagi sampai pada taraf pemanfaatan sebagai alat komunikasi. Sangatlah layak bila carakan juga dipakai sebagai sandi Pramuka.
Kedua, alasan ini lebih bersifat strategis. Kita memikul tanggungjawab yang besar untuk melestarikan budaya kita sendiri. Kita lebih banyak kesempatan lagi untuk lebih mengajarkannya dibanding sebelumnya. Dengan mengajarkan atau melatihkan dalam kegiatan pembinaan kepramukaan otomatis kita akan lebih berperan lagi dalam menjaga warisan budaya kita. Akan semakin banyak teman-teman Pembina Pramuka di sekolah yang akan lebih menekankan dan lebih memperkenalkan lebih dalam lagi huruf carakan ini kepada adik-adiknya. Kita akan menjadi lebih beruntung karena kesulitan yang dialami oleh bapak-ibu guru dalam pembelajarn carakan dalam kelas menjadi lebih mudah dengan terbantu dari pemakaian dalam pelatihan kepramukaan.  Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
Kembali pada potensi yang dimiliki manusia sebagaimana dalam paragraf sebelumnya, sudah seharusnyalah kita tingkatkan, kita kembangakan potensi yang kita miliki menjadi kekuatan yang berguna dalam rangka membangun generasi muda kita tanpa meninggalkan budaya kita yang adiluhung.




Oleh : Edi Sarwono, S.Pd.
Pembina Pramuka  SMP N 2 Kembaran Kwartir Ranting Kembaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar